Wednesday, September 06, 2006

Media Massa Bagian dari Strategi Komunikasi Gerakan Buruh

Oleh Harry Surjadi, Communications Specialist


Pendahuluan

Masih ingat Marsinah, buruh pabrik PT Catur Putra Surya di Sidoarjo? Kebanyakan pengusaha tahu mengenai kasus pembunuhan aktivis buruh perempuan itu. Mengapa? Karena berita mengenai Marsinah setiap hari ada di media massa ketika kasus itu sedang hangat-hangatnya tahun 1996. Marsinah dari bukan siapa-siapa menjadi pahlawan dan icon perjuangan buruh.

Kasus Marsinah adalah contoh bagaimana media massa bisa membantu perjuangan buruh. Berapa banyak organisasi buruh dan pendamping buruh yang dengan sadar memanfaatkan media massa? Seandainya ada, berapa organisasi buruh dan pendamping buruh yang memiliki rencana strategi komunikasi? Seandainya ada, berapa organisasi yang memasukkan media massa ke dalam rencana strategi komunikasinya?

Bandingkan dengan perusahaan yang menjadi “lawan” organisasi buruh dan organisasi pendamping buruh. Perusahaan-perusahaan itu pasti memiliki divisi public relation (PR) dan paling sedikit mempekerjakan satu orang ahli komunikasi. Perusahaan-perusahaan dengan dukungan pemahaman yang baik mengenai komunikasi dan dukungan keuangan akan sangat mudah mendapat publikasi gratis maupun membayar halaman iklan.

Perusahaan-perusahaan itu juga memiliki strategi komunikasi yang menekankan pada pemanfaatan media massa sebagai saluran komunikasi kepada masyarakat. Mereka mampu membayar perusahaan konsultan public relation yang memiliki jaringan luas dengan media massa untuk menjalankan sebagian strategi komunikasi itu.

Sudah saatnya organisasi buruh dan pendamping buruh menempatkan komunikasi massa, terutama komunikasi yang memanfaatkan media massa, sebagai bagian dari strategi advokasi. Karena pada dasarnya advokasi itu adalah berkomunikasi untuk mempengaruhi pengambil kebijakan dalam menyusun peraturan dan undang-undang, mengambil kebijakan yang mempengaruhi kehidupan orang banyak (buruh). Tujuan dari advokasi adalah agar terjadinya reformasi kebijakan dari yang tidak berpihak pada orang banyak (buruh) menjadi berpihak pada orang banyak (buruh) dan memastikan kebijakan itu dilaksanakan dengan benar (Sprechmann, 2001).

Salah satu cara berkomunikasi dengan pengambil kebijakan paling efektif dan efisien adalah melalui media massa. Organisasi buruh dan pendamping buruh harus fasih menyampaikan atau mengkomunikasikan keinginannya (dalam mempengaruhi kebijakan) kepada para pengambil kebijakan melalui media massa.

Mengapa? Karena, para pengambil kebijakan dan masyarakat pada umumnya lebih banyak menerima informasi dari media massa dibandingkan melalui komunikasi interpersonal atau komunikasi tatap muka. Melalui media massa suara buruh akan lebih keras terdengar.

Menyusun strategi komunikasi

Strategi media adalah bagian dari strategi komunikasi advokasi. Setiap organisasi buruh dan pendamping buruh yang ingin memenangkan perhatian media massa harus menyusun strategi komunikasinya. Ada lima langkah umum dalam menyusun strategi komunikasi yang dikembangkan oleh banyak organisasi non-profit (Bray, 2002; Jacobson, 1999; Day, 2000). Kelima langkah itu adalah menentukan objektif atau tujuan, menentukan kelompok sasaran atau target audience, menyusun rencana, melaksanakan rencana itu, dan mengevaluasi secara periodik maupun di akhir kegiatan.

Bray (2002), berdasarkan pengalaman lebih dari 10 tahun kampanye menaikkan upah buruh di Amerika Serikat, menyebutkan ada enam langkah proses yang harus diikuti agar berhasil mencetak berita di media massa.

Pertama adalah menentukan gol. Menurut Bray, semua yang dilakukan di media dirancang untuk membantu mencapai gol itu. Gol harus realistik, seperti dicontohkan oleh Bray: membangun gerakan, atau mendidik masyarakat mengenai persoalan buruh atau dengan kata lain mengubah konsep yang salah.

Kedua tentukan kelompok sasaran atau target audience. Target audience adalah kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang menjadi sasaran informasi kampanye. Contoh target audience, anggota parlemen, penentu opini publik, perempuan, remaja, pelajar. Target audience akan menentukan cakupan rencana media.

Ketiga adalah tentukan beritanya. Hargailah waktu wartawan dengan informasi yang bernilai berita. Berita bisa berasal dari laporan, survei atau briefing paper yang mengandung nilai berita. Kegiatan seperti apa yang bisa dilakukan untuk menyampaikan beritanya kepada media.

Keempat adalah membingkai isu supaya memberikan dampak media yang maksimum. Berita bukan hanya mengenai organisasi atau laporan Anda, berita adalah sesuatu yang jauh lebih besar, dengan drama, yang akan berdampak pada masyarakat banyak.

Kelima adalah merancang pesannya sehingga persoalan rumit menjadi sederhana. Untuk menyederhanakan persoalan yang rumit sampaikan persoalan dalam beberapa pesan.

Keenam adalah menyusun rencana media. Di dalam rencana akan ada beberapa komponen mulai dari menentukan dan memberikan masukan kepada wartawan, menempatkan op-eds (opinion and editorial), sampai membuat kegiatan untuk media.

Menyusun rencana media

Rencana media terdiri dari beberapa elemen yaitu menentukan isu, menentukan gol, menentukan kelompok sasaran, membingkai isu, merancang pesan kunci, memproduksi piranti komunikasi media (press kit, laporan, siaran pers dan lainnya), menyusun database media, menulis dan menyebarkan siaran pers, menyelenggarakan penjelasan media, memberi masukan kepada reporter, menyelenggarakan kegiatan untuk media, menulis dan mengirimkan op-ed, memesan waktu talk-show radio dan televisi, menulis dan mengirim surat pembaca, memantau liputan.

Ada dua komponen yang akan sangat menentukan keberhasilan strategi media yaitu bagaimana membingkai isu dan menulis pesan kunci.

Membingkai isu

Kunci keberhasilan organisasi buruh dan penamping buruh memanfaatkan media dalam strategi komunikasinya adalah bagaimana membingkai isu. Tujuan dari membingkai isu adalah menarik wartawan. Membingkai isu berarti menentukan siapa yang ada di dalam cerita dan siapa yang tidak; apa dampak dari cerita itu; siapa yang terkena dampak; siapa “pemain” di dalam cerita; siapa pahlawan dan siapa yang penjahat; siapa yang aktif menentukan isu dan siapa yang meresponnya. Semua jawaban itu akan menjadi bingkai dari cerita yang akan disampaikan ke media.

Untuk kasus perjuangan buruh dan pendamping buruh ada dua alasan mengapa membingkai isu. Pertama supaya mendapat dampak media yang maksimum. Cerita yang dibingkai dengan efektif akan menarik bagi media, membantu reporter dan editor memahami cakupan dan dampak isu, mampu bersaing dengan isu lainnya, dan mungkin bisa menjadi headline. Dengan memasukkan drama, kontroversial, dampak, daya tarik manusia, dampak ekonomi, akan membuat informasi atau ceritanya menjadi menarik dan media sulit menolaknya.

Alasan kedua adalah membuat lawan menjadi membela diri dan organisasi buruh/pendamping buruh menjadi penyerang. Siapa pun yang mengendalikan bingkai akan mengendalikan perdebatan.

Selanjutnya organisasi buruh dan penamping buruh bisa menjawab beberapa pertanyaan berikut ketika akan membingkai isu.

1. Isunya mengenai apa? Isu bisa mengenai bermacam hal yang organisasi buruh dan pendamping buruh inginkan. Hindari membingkai isu secara sempit. Misalnya, isu upah buruh bisa secara sempit dan sederhana dibingkai sebagai “bayarlah upah sesuai upah minimum.” Akan lebih baik jika dibingkai sebagai isu yang memberikan konsekuensi besar pada ekonomi, pada komunitas, atau terkait dengan isu yang sedang hangat dibahas yaitu terkait dengan isu kemiskinan dan kenaikan harga BBM.

2. Siapa yang terkenda dampai dari isu itu? Cobalah membingkai isu sehingga lebih banyak orang terkena dampak isu itu, bukan hanya sekedar buruh yang jumlahnya sedikit. Dampak yang besar sama dengan konsekuensi yang besar pula. Upah akan berdampak juga pada keluarga buruh, misalnya. Seberapa dalam isu upah menyinggung kepedulian masyarakat..

3. Tentukan isu dan pemain. Bingkai akan menentukan siapa “orang baik” dan siapa “orang jahat”-nya. Setiap drama membutuhkan pahlawan dan penjahat. Bingkailah lawan buruh sebagai pemain yang harus membela diri dan organisasi buruh dan penamping buruh menjadi penyerang dengan menunjukkan tingkat moral dan politik yang tinggi. Dalam isu upah, ada banyak pemain. “Orang baik”: buruh, keluarga, pebisnis yang mendukung, serikat buruh, buruh yang sudah lebih baik upahnya. “Orang jahat”: pengusaha yang memeras buruh, perusahaan dan asosiasi yang hanya peduli pada keuntungan.

4. Ciptakan kait (hook) untuk menggantung bingkai. Wartawan akan selalu mencari cantolan berita atau nilai berita yang membuat ceritanya menjadi hangat dan menarik.

5. Cobalah membingkai isu dengan nilai-nilai hati dan akal. Sering organisasi membingkai isu dengan fakta, angka, dan statistik. Argumennya dipersempit menjadi hanya grafik. Organisasi buruh dan pendamping buruh bisa menggugah pikiran dan hati pada pendukung dengan membingkai isu dengan nilai-nilai seperti prinsip demokrasi dan moral. Nilai-nilai yang kita percaya, yang kita bela, dan nilai-nilai dalam masyarakat yang kita inginkan. Nilai-nilai empati, tanggung jawab personal, keadilan, kesetaraan, moralitas, berbagi buah dan keuntungan untuk masyarakat, kerja keras, kepercayaan kuat, keutuhan keluarga, membuat hidup lebih baik, harga diri, kesehatan masyarakat, dan lainnya.

Rencana media yang terbaik tidak akan berhasil jika organisasi buruh dan pendamping buruh tidak memiliki staf komunikasi yang paham bagaimana mengkomunikasikan isu ke media. Sebaiknya organisasi buruh dan pendamping buruh menugaskan salah satu staf atau mempekerjakan staf baru yang akan bertanggung jawab menangani komunikasi jika ingin berhasil menarik hati media dan menyuarakan pesan-pesan advokasi buruh melalui media.

Referensi:

Bray, R, 2002. Winning Wages: A Media Kit for Successful Living Wage Strategies, Tides Foundation and Strategic Press Information Network (SPIN) Project. Web: http://www.spinproject.org/resources/winningwages.php3).

Day, B.A. and Monroe, M.C. (Editor). 2000. Environmental Education and Communication for a Sustainable World. Handbook for International Practitioners, The Academy for Educational Development.

Sprechman, S dan Perlton, E, 2001. Advocacy Tools and Guidelines, Cooperative for Assistance and Relief Everywhere (CARE), Inc. Atlanta, USA.


Comments: Post a Comment



<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?