Friday, September 08, 2006

KONDISI PERBURUHAN DAN PRAKTEK SISTEM KERJA KONTRAK

Hasil pendataan fleksibilitas pasar tenaga kerja di Jawa Timur dan beberapa wilayah terpilih di Jabotabek

Ringkasan eksekutif


Pengantar

Hingga hari ini, kondisi perburuhan amat mencemaskan. Bukan saja bagi buruh yang mengalaminya, tetapi juga bagi masa depan bangsa ini. Setidaknya dua hal, pertama, makin meluasnya praktek sistem kerja konntrak di berbagai perusahaan. Kedua, semakin maraknya lembaga-lembaga out-sourcing dan agen penyalur tenaga kerja yang merugikan buruh. Kedua persoalan tersebut terjadi bukan hanya di satu tempat, tetapi telah meluas ke berbagai zona industri.
Dalam rangka menyikapi permasalahan tersebut, Forum Pendamping Buruh Nasional (FPBN) yang terdiri dari 12 lembaga perburuhan dengan melibatkan berbagai serikat buruh di masing-masing daerah melakukan pendataan lapangan. Tujuan pendataan ini adalah hendak memotret dari dekat perubahan kondisi perburuhan yang terjadi akibat dari kebijakan pasar tenaga kerja yang fleksibel. Selain itu juga sekaligus, memperkuat aliansi serikat buruh di beberapa daerah dalam rangka menemukan peran alternatif untuk perubahan kondisi hubungan industrial yang lebih adil dan manusiawi.

1. Lingkup pendataan

Dari sisi ruang lingkup, pendataan ini masih sangat terbatas. Wilayah yang dipilih adalah wilayah di mana lembaga-lembaga FPBN terlibat dalam pendampingan perburuhan. Pendataan ini dilakukan di Jawa Timur dan beberapa wilayah di Jabotabek, Serang , Bandung dan Lampung. Di Jawa Timur, perusahaan yang didata dari daerah Surabaya, Malang, Sidoarjo, Jombang, Pandaan, Mojokerto dan Tulung Agung. Sedang serikat buruh yang terlibat adalah Serikat Buruh Kerakyatan (SBK-Surabaya), Serikat Buruh Payung Demokrasi (SBPD-Sidoarjo) , Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI-Malang), Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi-Gresik), Kelompok Kerja Buruh Jombang (KKBJ) dan Serikat Buruh Demokratik Malang. Inisiatif koordinasi dan analisis difasilitasi oleh lembaga FPBN wilayah timur yang terdiri Kerukunan Pekerja Katolik (KPK) Surabaya, Institut Solidaritas Buruh Surabaya (ISBS) dan Vincentian Center Indonesia (VCI) Malang.
Sedang di barat wilayah pendataan meliputi Tangerang, Serang, Bekasi, Bogor, Bandung dan Lampung. Serikat buruh yang terlibat antara lain Komite Buruh Cisadane-KBC (Fed SB Karya Utama, SB Jabotabek-Perjuangan Tangerang, Serikat Buruh Nusantara, GSBI, Forum Komunitas Buruh); Forum Serikat Buruh Bekasi (FSBDSI, SPSI unit, Perbupas, Serikat Pekerja Independen, SPMI); Serikat Buruh Jabotabek Perjuangan-Bogor, Forum Komunikasi Serikat Pekerja Lampung, Komite Buruh Bandung. Forum Solidaritas Buruh Serang. Lembaga FPBN yang memfasilitasi antara lain; Sekretariat Perburuhan Institut Sosial (SPIS), Komisi PSE Keuskupan Bogor, Pastoral Perburuhan Keuskupan Bandung (PPKB), Young Christian Worker Bandung, Biro Pelayanan Buruh-Lembaga Daya Dharma-KAJ.


2. Catatan metodologis

Secara metodologi, proses pendataan ini juga masih sangat terbatas. Proses pendataan ini dilakukan dengan cara menyebar kuesioner pendataan ke serikat-serikat buruh, melalui wawancara; diskusi-diskusi kelompok dan lokakarya pasca pendataan. Dari hasil pendataan, di wilayah barat terdata 91 perusahaan yang meliputi 13 jenis produksi/industri dan di Jawa Timur terdata 48 perusahaan dengan 8 jenis produksi/industri.

RANGKUMAN HASIL PENDATAAN:

3. Fleksibilitas pola hubungan kerja


Kondisi perburuhan yang paling mencolok perubahannya adalah soal status hubungan kerja. Dalam bahasa sehari-hari, status hubungan kerja dibedakan antara status tetap dan kontrak. Fakta di lapangan menunjukkan ada kecenderungan yang kuat bahwa banyak perusahaan menerapkan sistem kerja kontrak. Dari hasil pendataan di Jawa Timur terdapat 48 pabrik yang mempekerjakan 34.234 orang buruh. Dari jumlah tersebut 32 % (L:4919 + P: 6546) berstatus tetap; 48 % (L: 7686 + P: 8882) berstatus kontrak dan 20 % (L:1946 + P: 4255) berstatus harian lepas. Dari angka tersebut ditemukan bahwa 68 % buruh yang terdata berstatus kontrak. Dibandingkan dengan pendataan tahun 2003, di Jawa Timur mencatat bahwa jumlah buruh dengan status kontrak meningkat sebesar 7 %.
Di wilayah barat, dari 91 perusahaan yang terdata, terdapat 57 perusahaan atau 62,6 % sudah mempraktekkan sistem kerja kontrak. Dari angka itu jumlah terbesar ada pada jenis industri tekstil dan garment, sebesar 28 perusahaan. Angka tersebut juga sangat signifikan dengan perubahan pasar tekstil dunia. Laporan majalah Time (1-11-2004) menunjukkan bahwa kuota pasar tekstile Indonesia pasca-kuota 2005 hanya 2 %.

4. Fleksibilitas dari segi pengupahan

Salah satu dampak langsung yang harus dialami buruh dari perubahan status kerja tetap ke kontrak adalah soal upah. Dari data yang ditemukan ada kecenderungan bahwa staus kontrak berarti besaran upah juga menurun. Di Jawa Timur ditemukan 17 perusahaan yang memberikan upah buruh dengan status kontrak dan harian lepas diupah dibawah UMK ; 16 perusahaan memberikan upah sesuai UMK. Di barat juga ditemukan bahwa 87 perusahaan memberi upah buruh kontrak hanya sebatas UMK tanpa ada tunjangan lainnya.
Dari paparan itu nampak bahwa terjadi diskriminasi upah antara buruh tetap dengan buruh kontrak. Buruh tetap masih menerima tunjangan-tunjangan dan fasilitas lain seperti premi hadir, tunjangan transport, uang makan, Jamsostek, sedang buruh kontrak hanya UMP/UMK saja.

5. Fleksibilitas jam kerja

Jam kerja merupakan variabel yang krusial dalam hubungan kerja. Karena jam kerja menjadi faktor upah (time rate) ada gejala bahwa jam kerja mulai difleksibelkan. Artinya bahwa panjangnya jam kerja tidak selalu berbanding lurus dengan besaran upah yang diterima. Jam kerja juga menjadi variabel aturan normatif, namun demikian tidak selalu ditaati oleh perusahaan. Kasus yang ditemukan adalah bahwa panjang-pendeknya jam kerja ditentukan oleh target produksi. Artinya, patokan kerjanya adalah target produksi. Apabila target tidak tercapai, berarti jam lembur tidak dibayar.

6. Fleksibilitas fasilitas jaminan sosial.

Perubahan dari buruh tetap ke kontrak juga membawa implikasi langsung soal jaminan sosial sebagai bentuk perlindungan negara terhadap buruh. Negara mengatur jaminan sosial melalui UU no.3/1992. Buruh mendapat perlindungan jaminan sosial berdasarkan kontribusinya sendiri dan pengusaha. Bagi pengusaha kontribusi jaminan sosial/jamsostek menjadi labour cost. Menurut aturan, bahwa buruh dalam status apapun mesti mendapatkan jamsostek. Akan tetapi fakta di lapangan ditemukan bahwa buruh kontrak tidak mendapatkan jaminan apapun, entah itu pensiun maupun kesehatan. Di wilayah barat, semua buruh kontrak tidak mendapatkan jaminan sosial maupun hak-hak lainnya seperti THR, atau bonus tahunan.

7. Kasus-kasus lain dibalik motif fleksibilitas

Peristiwa demi peristiwa menandakan litany kepedihan kaum buruh yang sedang dilanda bencana fleksibilitas. Baik di Jawa Timur maupun di barat, kasus-kasus PHK, penundaan bayar upah atau meliburkan tanpa batas waktu adalah upaya-upaya fleksibilisasi hubungan kerja. Motif-motif yang sering muncul untuk mengubah status tetap ke kontrak melalui penutupan pabrik, pemutihan masa kerja, sepi order dan target produksi. Setidaknya kasus-kasus yang ditangani Komite Buruh Cisadane (KBC) di Tagerang di pabrik-pabrik garment dan tekstil, demikian juga yang terjadi di Jawa Timur.

DAMPAK-DAMPAK YANG DI TIMBULKAN

8. Dari fakta-fakta yang ditemukan bahwa semakin maraknya praktek hubungan kerja kontrak semakin mengaburkan dan memperparah kondisi perburuhan di berbagai daerah atau bahkan di Indonesia. Fleksibilitas yang bagi Bapenas & Depnakertrans sebagai solusi untuk menurunkan angka pengangguran dan memperluas kesempatan kerja justru berdampak sebaliknya. Sebab, proses PHK semakin mudah dan mendapatkan pekerjaan kembali makin sulit. Maka dapat dipastikan bahwa dengan kebijakan fleksibilitas angka pengangguran justru makin tinggi. Bagi buruh ini membawa dampak psikologis maupun ekonomis. Pertama, tidak ada kepastian kerja dan mengaburkan perencanaan masa depan. Kedua, kesejahteraan burh makin berkurang karena perubahan status kerja bentuk-bentuk perlindungan makin hilang. Ketiga, semakin memiskinkan buruh industri karena komponen-komponen pengupahannya semakin berkurang. Semua ini disebabkan oleh kebijakan ketenagakerjaan yang timpang. Yakni kebijakan memperluas kesempatan kerja (job opportunity) tidak dibarengi dengan perlindungan kerja (employment security) justru karena makin melemhnya peran negara.

9. Bagi serikat buruh kebijakan fleksibilitas pasar kerja akan membawa dampak sebagai berikut. Pertama semakin berkurangnya anggota. Kedua, semakin sulit mengorganisir buruh kontrak. Ketiga, dalam perannya, serikat buruh semakin banyak menghadapi berbagai kekuatan pada level; kekuatan pasar global/pengusaha, negara, pemerintah local maupun kekuatan informal di sekitar industri. Keempat, kepentingan serikat buruh baik secara normative maupun politis semakin tidak tidak diakomodasi oleh negara, karena regulasi hubungan industrial tidak lagi hanya ditentukan oleh negara/lokal tetapi oleh pasar/global.

Rekomendasi:

Berdasarkan fakta-fakta di lapangan berkaitan dengan praktek fleksibilitas hubungan industrial yang terjadi di berbagai perusahaan yang terdata, kami merekomendasikan:

Pertama, tinggalkan kebijakan yang bernuansa Labour Market Flexibility dan negara mesti menciptakan regulasi ketenagakerjaan yang mengedepankan kepastian dan perlindungan kerja.
Kedua, merujuk pada hasil studi Jetro Maret 2004 dan Pusat Studi Asia Pasifik UGM, 2004, pemerintah mesti menyederhanakan prosedur, memperpendek jumlah hari dan meminimalkan biaya investasi asing maupun domestik. Persoalan perburuhan bukanlah inti dari penyebab rendahnya investasi di Indonesia. Tetapi lebih persoalan birokrasi negara.
Ketiga, negara perlu mereformasi kebijakan perpajakan yang berkaitan dengan aktivitas maupun hasil industri untuk meningkatkan daya saing.
Keempat, pemerintah mesti menyediakan fasilitas dan memperluas program training dan re-training bagi tenaga kerja dalam rangka meningkatkan mutu, produktivitas dan daya saing.

## fpbn ##


Keterangan:
Uraian lebih lengkap dari pendataan ini dapat di baca pada paper:

________________, Sistem Kerja Kontrak, Sistem Kerja yang Tidak Manusiawi (position paper) Forum Pendamping Buruh Nasional (FPBN) wilayah timur, Desember, 2004
________________, Buruh dan Bayang-bayang Rezim Fleksibilitas, (position paper) Forum Pendamping Buruh Nasional (FPBN) wilayah barat, Desember, 2004


Jakarta, 15 Desember 2004
Forum Pendamping Buruh Nasional

Comments:
Selamat sore pak,kami ingin bertanya di mana kami arus menggadu atas ketidak adilan atasan pada suatu perusahaan
 
Post a Comment



<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?