Friday, September 08, 2006
Koordinasi Lemah Menghambat
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0607/11/utama/2797502.htm
Paket Kebijakan
Koordinasi Lemah Menghambat
Jakarta, Kompas - Kalangan pelaku usaha memprihatinkan lemahnya koordinasi lintas sektoral di tubuh pemerintah maupun koordinasi pemerintah dengan DPR. Kelemahan ini dirasakan memperlambat implementasi beragam paket kebijakan yang diluncurkan pemerintah.
Permasalahan tersebut kian mengundang keprihatinan karena terjadi di tengah tekanan pasar dalam negeri yang terus merosot akibat melemahnya daya beli, lambatnya investasi, serta realisasi belanja pemerintah yang masih rendah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengungkapkan keprihatinan itu di Jakarta, Senin (10/7). "Hambatan utama pelaksanaan paket-paket kebijakan justru birokrasi itu sendiri," katanya.
Sofjan mencontohkan, terkait dengan paket kebijakan perbaikan iklim investasi, pemerintah terkesan sudah mundur dari upaya revisi undang-undang ketenagakerjaan yang selama ini diharapkan pengusaha. Sementara yang terkait dengan paket kebijakan infrastruktur, belum terlihat upaya pemerintah mengemas proyek-proyek infrastruktur menjadi lebih diminati lembaga keuangan untuk dibiayai dan menarik bagi investor meskipun pertemuan infrastruktur akan digelar lagi bulan November 2006.
Di sisi lain, dukungan DPR untuk mempercepat implementasi paket-paket kebijakan dengan penyiapan regulasi juga terkesan amat kurang. Padahal, menurut Sofjan, DPR yang menyandang predikat wakil rakyat seharusnya mendorong dan membantu pemerintah mempercepat implementasi, bukan justru mengganjal dengan alasan prosedural atau prestise.
"DPR seharusnya lebih agresif dari pemerintah karena DPR tahu bahwa rakyat sedang diimpit kesulitan dan secepatnya membutuhkan penciptaan lapangan kerja baru," kata Sofjan.
Senada dengan Sofjan, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Mohamad S Hidayat dalam keterangan persnya menyampaikan harapan Kadin agar masalah prosedural tidak menjadi penghambat proses pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan di DPR.
Revisi RUU Perpajakan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewakili pemerintah dinilai Kadin sudah baik, karena telah mengedepankan tema pokok simplifikasi, daya saing, dan perbaikan sistem tata kelola, termasuk administrasi perpajakan.
Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR Didik J Rachbini menjelaskan, permasalahan terjadi karena kurangnya komunikasi antara menteri dan DPR. Pemerintah tidak pernah memberikan informasi yang memadai pada kalangan DPR sebelum paket-paket kebijakan diluncurkan.
"Yang diperlukan adalah dialog dan lobi yang terbuka dan transparan, " kata Didik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani usai rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin, mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan Amanat Presiden yang memuat perubahan RUU Perpajakan terbaru.
Amanat Presiden ini akan segera disampaikan kepada pimpinan DPR sehingga pembahasan tentang RUU tersebut dapat dilanjutkan dan target pemerintah untuk menggunakannya pada tahun 2007 akan terlaksana.
Sebelumnya, Rapat Badan Musyawarah DPR pada 20 Juni 2006 memutuskan, perubahan RUU Perpajakan yang disampaikan Menteri Keuangan tidak sah karena tidak sesuai dengan mekanisme Dewan. Akibatnya, pembahasan RUU itu terhenti sementara.
Di sisi lain, penuntasan RUU Kepabeanan dan Cukai yang saat ini memasuki pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) juga terancam mundur. Kondisi itu disebabkan pemerintah bermaksud menambah isu baru dalam paket RUU tersebut, yakni pengaturan mengenai Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI).
Keinginan pemerintah ini mengundang pertanyaan dari kalangan anggota Panitia Khusus RUU Kepabeanan dan Cukai. Anggota Pansus mempertanyakan konsep KEKI karena sebelumnya pemerintah sudah mengusulkan RUU Zona Perdagangan Bebas (Free Trade Zone/FTZ) yang hingga saat ini masih mengambang. Konsep terdahulu, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, makin tidak jelas nasibnya. (DAY/OIN)